Jumat, 02 Mei 2008

PELUANG PENGEMBANGAN TANAMAN JARAK SEBAGAI SUMBER BIOFUEL DI NTT

Kupang – CF. Menerawang ke depan perkembangan penggunaan biofuel di dunia ini akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan ancaman pemanasan global yang sumber utamanya diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar fosil. Selama 15 tahun terakhir pemanasan global telah meningkatkan suhu dan menyebabkan turunnya permukaan salju kutub utara dan es terapung di Laut Artik sehingga permukaan air laut mengalami kenaikan 14-20 cm selama satu abad terakhir.

Tren pengembangan biofuel ini telah terlihat di Amerika Serikat, negara konsumen utama BBM di dunia ini kini telah memulai meningkatkan produksi etanol dari 6.464,2 miliar liter pertahun menjadi 17.029,32 miliar liter pertahun. Perkembangan ini diikuti oleh beberapa negara maju di dunia baik dari belahan Eropa (Perancis, Poladia, Jerman, Itali, dan Spanyol) maupun Asia (China).

Babak baru penggunaan biofuel di dunia terus melaju dengan pesat, entah berawal dari isu krisis minyak bumi seperti di berbagai Negara maju maupun Negara berkembang seperti Indonesia, maupun isu lingkungan seperti di masyarakat Uni Eropa yang sangat peka terhadap isu pemanasan global akibat emisi rumah kaca yang tinggi. Dalam hal pemanasan global, Indonesia telah meratifikasi United Nation Framework Convention on Climate Change melalui Undang Undang No. 6 Tahun 1994, tentang Pengesahan United Nation Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) sehingga kemudian berbagai kebijakan pemerintah saat ini sangat berpihak kepada pengembangan bahan bakar terbarukan yang ramah lingkungan.

Arah perkembangan selanjutnya adalah penambangan minyak akan dialihkan dan memulai dengan menambang minyak di ladang-ladang, pemanfaatan penggunaan minyak nabati mulai ditingkatkan, karena minyak nabati (biofuel) lebih ramah terhadap lingkungan. Ada beberapa tanaman yang dapat menghasilkan minyak-lemak, diantaranya ; Jarak pagar, kopi, padi, jagung, kelapa sawit, dan karet. Beragamnya jenis tanaman yang bisa menghasilkan minyak lemak semakin membuka peluang Indonesia untuk menjadi produsen biofuel terbesar di dunia, sebagaimana kita ketahui bahwa sebagai negara tropis hampir keseluruhan jenis tanaman penghasil minyak-lemak tersebut dapat tumbuh di tanah air. (untuk informasi jenis tanaman penghasil minyak : http://en.wikipedia.org/wiki/Biodiesel).

Namun diantara berbagai sumber biofuel itu juga merupakan sumber pangan baik untuk manusia maupun untuk ternak., kita ambil contoh kelapa sawit produksinya saat ini masih digunakan sebagai minyak goreng, sedangkan padi merupakan makanan pokok masyarakat kita, dan jagung masih merupakan sumber makan utama ternak. Sementara itu fokus kesiapan pemerintah saat ini dalam memanfaatkan biofuel adalah kelapa sawit untuk biodiesel, disamping jarak pagar (Jatropha curcas) dan tebu untuk bioetanol. Padahal semua tanaman tadi adalah sumber pangan, kecuali jarak pagar yang bukan merupakan sumber pangan (nonedible). Oleh karena itu diharapkan pemanfaatan sumber-sumber biofuel tidak mengganggu suplai pangan manusia maupun ternak.

Minyak jarak (Jatropha oil) akhir-akhir ini mulai banyak diperkenalkan sebagai energi alternatif biodiesel. Biodiesel tersebut dihasilkan dari minyak yang diperoleh dari biji tanaman jarak yang banyak tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia.

Tanaman jarak penghasil biodiesel ini berasal dari jenis tanaman jarak pagar yang dalam bahasa Inggris bernama 'Physic Nut' dengan nama species Jatropha curcas, tanaman ini seringkali salah diidentifikasi dengan tanaman jarak yang dalam bahasa Inggris disebut 'Castor Bean' dengan nama species Ricinus communis.

Kedua tanaman ini berasal dari kerabat klasifikasi tanaman (family) yang sama yaitu 'Euphorbiaceae'. Tidak sedikit dari kerabat klasifikasi tanaman Euphorbiaceae ini dikenal dengan nama lokal Indonesia sebagai tanaman jarak. Bahkan Jatropha sendiri sebagai sebuah 'genus' dalam klasifikasi tanaman memiliki 12 species, semuanya dikenal dalam nama lokal sebagai 'tanaman jarak'.

Iklan dan cuaca di daerah NTT yang panas dan tropis seperti di daerah Timor dan Sumba sangat cocok sebagai pengembangan tanaman jarak ini sehingga dapat membuka peluang bagi munculnya bisnis agro industri yang berbasis tanaman jarak. Bisnis ini tentu akan membuka peluang bagi peningkatan taraf hidup masyarakat pedesaan khususnya petani di NTT yang masih terbelakang baik secara intelektual maupun teknologi jika peluang dikelolah dan difasilitasi dengan baik. Harapan ini menjadi tugas dan tantangan bagi pemerintah daerah NTT ke depan untuk memanfaatkan potensi ini sebagai lumbung emas bagi menuju terciptanya masyarakat NTT yang maju secara ekonomi dengan landasan bisnis agro industry yang kuat.

Tidak ada komentar:

Kompas.Com - Nasional