Kamis, 29 Mei 2008

Pilkada NTT Dalam Rongrongan dan Ancaman Politisi Cowboy

Kisruh politik menjelang pilkada di propinsi Nusa Tenggara Timur menarik ditelisik. Sejak KPUD membuka pendaftaran calon gubernur tanggal 8-14 April teracatat ada tiga kubu yang bersaing memperebutkan dukungan dari berbagai parpol di NTT, yakni pasangan Benny K Harman-Alfred-Kasse (Harkat), Alfons Leomau- Frans Salesman (Amsal), dan pasangan Gaspar P. Ehok-Yulius Bobo (Gaul). Mereka bersaing memperebutkan dukungan dari PKB, PPDI dan Pelopor. Hasilnya, kubu Gaspar P Ehok dan Yulius Bobo berhasil keluar sebagai “pemenang” dari persaingan itu setelah KPUD NTT mengumumkan tiga pasangan cagub-cawagub yang berhak mengikuti pilkada NTT tanggal 5 Mei 2008 lalu. Ketiga pasangan itu adalah Ibrahim K Maedah- Paulus Moa yang diusung partai Golkar, Frans Lebu Raya- Esthon Foenay yang diusung PDIP, dan pasangan Gaspar P. Ehok-Yulius Bobo yang mendapat dukungan dari PKB, PKPI, Pelopor, PNBK

Keputusan KPUD yang hanya meloloskan tiga pasangan calon, rupanya ditanggapi aksi protes dari pendukung pasangan Benny K Harman-Alfred Kasse dan Alfns Leomau-Frans Salesman. Akibatnya KPUD NTT urung menetapkan nomor urut tiga pasangan cagub-cawagub yang semestinya diumumkan tanggal 8 Mei. Konsekuensinya KPUD terpaksa menunda jadwal pilkada NTT yang semula direncanakan berlangsung tanggal 2 Juni menjadi tanggal 14 Juni 2008 akibat tekanan yang datang betubi-tubi. Perubahan pilkada memengaruhi jadwal kampanye yang semula direncanakan tanggal 15-29 Mei menjadi tanggal 26 Mei-7 Juni 2008. Bahkan KPUD baru menetapkan nomor urut tiga pasangan calon cagub-cawagub pada tanggal 16 Mei lalu.

Kubu Benny alias Harkat mempertanyakan putusan KPUD yang mengakomodir dukungan PKPI pada pasangan Gaspar Ehok-Yulius Bobo yang baru diperoleh pada pendaftaran terakhir di KPUD. Sementara, kubu Alfons Leomau-Frans Salesman mempersoalkan pengalihan dukungan dari partai Pelopor kepada pasangan Gaspar Ehok-Yulius Bobo di masa-masa injury time.

Protes yang dilakukan dua kubu ini sangat bertolak belakang, sebab jika KPUD mengakomodir tuntutan Harkat, maka otomatis pihak Amsal tidak bisa mengklaim dukungan dari Partai Pelopor sebab pada pendaftaran pertama di KPUD NTT tanggal 8 April partai tersebut sudah bergabung dalam Koalisi Partai Abdi Flobamora bersama PKB, PPDI, PNKB untuk mendukung pasangan Gaspar P. Ehok-Yulius Bobo. Sebaliknya, bila tuntutan Amsal diakomodir KPUD, tidak otomatis dukungan PKPI pada Gaul pada pendaftaran tahap akhir di KPUD gugur karena partai ini tidak pernah bergabung dengan pasangan mana pun pada pendaftaran tahap pertama.

Akibat protes dan tekanan yang datang bertubi-tubi dari dua kubu tersebut maka KPUD mengulurkan waktu tahapan penyelengaraan pilkada NTT. Penundaan jadwal penyelengaraan itu, rupanya dimanfaatkan kubu Harkat dan Amsal untuk melakukan gerilya politik. Benny K Harman dengan dukungan DPRD NTT di bawah pimpinan Mell Adoe, misalnya, pada tanggal 9 Mei 2008 datang ke KPU. Kedatangan Benny dan Mell Adoe saat itu terjadi di saat Forum Masyarakat Peduli Pilkada NTT berunjuk rasa untuk memberikan dukungan moril kepada KPUD NTT untuk melaksanakan keputusan yang telah diambil dan menyelengarakan tahapan pilkada sesuai jadwal. Saat itu ketiga wakil pengunjuk rasa yang menyampaikan aspirasinya kepada Koordinator Desk Pilkada Dede Supriyadi, mendapat informasi secara langsung dari Dede bahwa ketua DPRD Mell Adoe meminta KPU untuk mengakomdir calon independent dalam pilkada NTT (Ternyata Mell Adoe punya agenda dan ambisi politik tersembunyi dibalik kedatangangannya yang mengatasnamakan pimpinan DPRD NTT ke KPU Pusat). Pada kesempatan yang sama Dede menjanjikan akan mengirim surat dukungan kepada KPUD NTT untuk melanjutkan tahapan pilkada paling lambat dua hari (red 11 Mei 2008).

Usai pertemuan Koordinator Desk Pilkada KPU, ketiga wakil pengunjuk rasa bertemu Benny K Harman bersama Robert Key Timu, Leksi Plate, dan rombongannya. Saat dihendak diwawancara di depan pintu KPU terkait dengan aksi protes pendukungnya di KPUD NTT Benny menghindar dan kabur menuju lantai dua KPU. Saat itu tidak diketahui persis siapa yang Benny temui dan apa isi pembicaraannya. Yang jelas ia datang bukan dalam kapasitasnya sebagai anggota Komisi III DPR-RI.

Seusai drama yang terjadi di KPU, Benny rupanya meneruskan aksinya. Ia merekayasa surat dari sebuah organisasi atas nama Leksi Kumpul Cs. Yang meminta KPU melakukan intervensi pada KPUD NTT untuk memproses ulang keseluruhan tahapan pilkada. Dalam surat itu nama-nama tokoh NTT di Jakarta, seperti Frans Seda, Chirs Siner Key Timu ‘dijual’ seolah-olah telah memberikan dukungan sepenuhnya pada Benny. Saat dikonfirmasi, tokoh-tokoh tersebut rupanya tidak pernah dikontak pihak manapun terkait dengan maksud dan keberadaan surat itu.

Ironisnya surat bodong itu menjadi pijkan Benny untuk ‘bermain mata’ dengan ketua KPU Prof. Dr. Abdul Hafiz Anshary sehingga ketua KPU mengatasnamakan lembaga mengirim faximile ke KPUD NTT yang berisi perintah untuk menunda pelaksanaan pilkada NTT. Surat tertanggal 14 Mei 2008 dengan nomor 926/15/V/2008 rupanya dikirim dari sebuah hotel di kawasan Tangerang.

Karena dalam surat itu tertera dengan coup dan cap KPU, KPUD pada tanggal 16 Mei 2008 KPUD NTT datang meminta konfirmasi dari KPU. Pihak KPU saat itu mengaku tidak tahu sama sekali dengan keberadaan surat itu. Mereka pun menggelar rapat pleno dan hasil dari rapat tersebut dituangkan dalam surat kepada KPUD NTT nomor 935/15/5/2008 tanggal 16 Mei 2008 yang isinya meminta KPUD NTT untuk memerhatikan UU yang berlaku dalam penyelenggaraan pilkada NTT.

Setelah memerhatikan permintaan KPU dan Depdagri, KPUD NTT secara bulat memutuskan melanjutkan kembali tahapan pilkada dengan menentukan jadwal kampanye dan hari pemilihan. Ironisnya, pihak Benny masih mencari ‘cela hukum’ untuk merongrong KPUD NTT. Benny, dalam berita yang dirilis ntt-online.org menuding KPUD terbukti telah melanggar ketentuan Pasal 59 ayat 5 huruf c UU nomor 32/2004, pasal 42 ayat 2 huruf c PP nomor 6/2005 dan pasal 6 ayat 4 dan 5 Peraturan KPU nomor 15/2008 tertanggal 13 Mei 2008 yang melarang tegas Parpol yang telah mendukung paket calon tertentu untuk menarik kembali dukungannya setelah didaftarkan ke KPUD NTT dan telah menandatangi kesepakatan koalisi dan Form B3-KWK yang disiapkan oleh KPUD sebagai syarat pencalonan.

Selain memberikan tekanan kepada KPUD Benny juga berusaha menghimpun pendapat dari sejumlah tokoh NTT untuk mewujudkan ‘libido’ politiknya. ntt-online, Jumat (23/5/200 merilis pernyataan Ben Mboy yang mengaku prihatin dengan kebijakan KPUD NTT. (Sekedar diketahui Ben Mboy merupakan pendukung setia Benny dan selama menjabat Gubernur NTT diduga telah meredam kesempatan Gaspar Parang Ehok untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi dalam birokrasi NTT). Tampaknya Doctor yang menangis saat mempertahankan Disertasinya di Universitas Indonesia tahun 2006 lalu itu masih akan bermain dengan jurus-jurus politiknya.

Dalam cara yang berbeda Alfons Leomau memilih berkonfrontasi langsung dengan wartawan. Alfons mengancam wartawan Timor Express dan Pos Kupang yang memotret dirinya saat ia mengujungi delapan orang pendukung yang ditahan POLDA NTT terkait dengan perusakan kantor harian Timor Express. Langkah Alfons disinyalir bakal menjadi petaka besar bagi karir politiknya. Di samping citranya tercoreng, ia rupanya tidak mengantongi ijin dari Kapolri sewaktu tampil sebagai calon guberenur NTT.

Politik rupanya memberi penilaian yang benar pada waktunya. Alfons kini harus berurusan dengan hukum terkait dengan perbuatan tidak menyenangkan terhadap dua wartawan dan perusakan kantor Timor Express oleh pendukungnya. Tentu ancaman hukuman akan semakin parah bila pihak yang merasa dirugikan dalam pilkada NTT turut mengajukan laporan.

Terhentinya manuver Alfons karena blundernya itu, tentu tidak berarti menjamin penyelengaraan pilkada NTT yang aman dan tertib. Baik Alfons maupun Benny Harman diduga masih menyimpan energy politik yang dapat mengancam stabilitas politik dalam pilkada NTT. Menjelang masa kampanye yang akan berlangsung tanggal 26 Mei 2008 ini, Benny mencoba menggaggu atmosfer politik NTT dengan menghembuskan isu adanya aliran dana dalam jumlah miliaran rupaih yang berasal dari salah satu calon pasangan cagu-cawagub ke rekening anggota KPUD masing-masing Robinson Ratu Kore (Ketua) sejumlah Rp1,5 miliar, John Lalongkoe (anggota) sekitar Rp2 miliar, John Depa (anggota) dan Hans Ch Louk (anggota), masing-masing menerima aliran dana Rp1 miliar. Bahkan hingga tulisan ini dibuat Benny masih menghimpun pendapat dari sejumlah tokoh NTT, seperti Ben Mboy (red pendukung setia Benny) guna mendukung ambisi politisnya.

Tragisnya lagi ketua DPRD NTT Mell Adoe setali tiga wang. Seakan berkolaborasi dengan Benny, ia dan DPRD NTT turut mengajukan keberatan terhadap putusan KPUD yang dinilai melanggar undang-undang. ntt-online. Jumat (23/5/200 merilis berita rencana DPRD menyampaikan keberatan terhadap putusan KPUD kepada Gubernur NTT.

Rakyat NTT Diharapkan Cerdas Mengambil Sikap

Manuver politik yang dilakukan baik oleh Alfons Leomau, Benny K Harman dan Mell Adoe justeru secara tidak langsung dilatari kehendak untuk menjegal pasangan Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo yang lolos atas dukungan koalisi partai dalam tahap verifikasi lalu. Pasangan yang disinyalir mendapat dukungan penuh dari kalangan masyarakat di Flores, Sumba dan Timor ini memang sejak awal sudah mendapat tekanan dari kekuatan-kekuatan yang berada di luarnya. Mereka menjadi sasaran kepung dari pihak Harkat, Alfons maupun DPRD NTT?

Diduga ada konspirasi tingkat tinggi antara sejumlah kepentingan yang menghendaki pasangan Gaspar P. Ehok-Yulius Bobo untuk gugur dalam pilkada NTT kali ini. Konspirasi itu disinyalir datang dari dua unsur yang sama kuat, baik terkait dengan akses birokrasi maupun kekuatan modal dari sejumlah pengusaha-pengusaha ternama. Di kalangan masyarakat NTT Jakarta, santer beredar kabar bahwa untuk mewujudkan libido politiknya Benny K Harman, konon mendapat dukungan baik moril maupun materi dari tokoh-tokoh mapan maupun pengusahan asal NTT dan sokongan dana miliaran rupiah dari seorang pengusaha ternama Jakarta. Benny juga diduga mendapat dukungan dari Parpol besar yang ingin menjaga reputasi partai dan calon yang diusungnya dalam ajang pilkada NTT. Partai tersebut konon ingin mengakkan eksistensi dan citranya dalam skala nasional salah satunya mememnangkan paketnya dalam jalur pilkada.

Bila itu benar, maka salah satu pasangan cagub-cawagub saat ini yang dikenal jujur dan tidak neko-neko dengan segala bentuk KKN maupun kompromi yang merugikan rakyat NTT menjadi sasaran permainan mereka. Dalam pengamatan sejumlah pengamat politik NTT diJakarta, diduga kehadiran Benny dalam pilkada NTT hanya berfungsi sebagai garda depan atau robot yang bisa mewakili ambisi dan kepentingan Parpol dan pengusaha tertentu. Langkahnya mencalonkan diri sebagai gubernur NTT bukan dilatari panggilan untuk menyejahterakan masyarakt NTT, tetapi sebaliknya merusak peta kekuatan politik di NTT dan menghancurkan figure tertentu yang concern pada pada pembangunan untuk memerangi kemiskinan dan ketertinggalan masyarakt NTT.

Sebagai ganjarannya dari Parpol dan Pengusaha itu, Benny diduga mendapat dana dalam jumlah besar yang memungkinkannya bergerilya. Menilik lagi ke belakang, bukan tidak mungkin dengan dukungan dana tersebut ia sempat membuat PKB terombang-ambing dan memberikan dukungan ganda dalam pendaftaran pendahuluan 8-14 April 2008 lalu. PKB yang saat itu telah memberikan dukungan bersama koalisi Partai Abdi Flobamora kepada pasangan Gaspar Ehok-Yulius juga ikut dalam kolaisi partai PPP, Demokrat, PPDI (Endung Soetrisno-Simon Hayon) yang mendukung Benny dalam pendaftaran ke KPUD. Bahkan untuk mengacaukan dukungan dari PPDI, Benny menunggangi PPDI Ilegal sebagai bekal pendaftarannya ke KPUD. Ia rupanya tahu, bila PPDI tidak dikacaukan maka langkah Gaspar-Yulius akan berjalan mulus sebagai cagub-cawagub NTT. Untuk merealisasikan ambisinya itu, ia diduga rela mempertaruhkan jabatannya sebagai anggota Komisi III DPR-RI dengan memberi tekanan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Departemen Hukum dan Ham untuk memperlambat proses pengakuan keabsahan kepengurusan PPDI terkait dengan putusan pembubaran penggabungan partai tersebut dengan PDS dan Pelopor. Setelah mempermainkan pengurus PPDI, Depkumham akhirnya memutuskan untuk mengakomodir surat KPUD yang mempertanyakan keabsahan PPDI melalui suratnya tanggal 25 April 2005. Akibatnya partai tersebut tidak berpartisipasi dalam pilkada NTT. Padahal sudah dua tahun ia berjuang menggaungkan dukungan terhadap pasangan Gaspar Ehok-Yulius Bobo. Ironisnya lagi dalam pilkada daerah lain, dukungan mereka justeru diakomodir KPU.

Untung bagi Gaul dan malang bagi Harkat, PKB yang semula disebut-sebut telah memberikan dukungan pada Benny di saat injury time menarik dukungannya dan menetapkan pasangan Gaspar-Yulius sebagai calonnya dalam pilgub NTT. Rupanya DPP PKB sejak awal sudah menetapkan pasangan Gaul sebagai jagoannya. Klaim Benny yang menyatakan mendapat dukungan dari PKB sejak tahap awal pendaftaran rupanya hanya omong kosong belaka karena menurut orang dalam PKB SK yang diberikan pada Benny adalah SK Bodong.

Setelah seluruh energi dan biaya terkuras, Benny tetap tidak memenuhi criteria dukungan lima belas persen suara untuk lolos sebagai cagub NTT. Namun, mantan jurnalis pemberontak itu sulit menujukkan sikap sportif dan citra seorang politikus sejati. Ia masih berusaha menggoyang KPUD dengan langkah usahanya memengaruhi KPU Pusat untuk mengambil-alih pilkada NTT dan meminta keseluruhan tahap pilkada NTT diproses ulang. Lagi, tujuan Benny diduga bukan dalam rangka memelihara dan menumbuhkan demokrasi di NTT, tetapi diduga merupakan usaha untuk mempertanggung-jawabkan sejumlah dana yang telah diterima. Posisinya sebagai ahli hukum tata Negara memugkinkan UU dipakainya sebagai celah. Tentu, pakar hukum Tata Negara lainnya, bisa melakukan counter attack kepada Benny.

Melihat fenomena tersebut, rakyat NTT diharapkan merapatkan barisan dan berlaku bijak dalam menghadapi kemelut politik yang terjadi. Setidaknya memberikan dukungan kepada KPUD NTT dalam menjalankan tahap pilkada sembari berkomitment menjaga ketentraman dan kedamaian dalam pemilihan langsung Gubernur NTT tanggal 14 Juni 2008 mendatang serta memilih calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT yang benar – benar jujur, bersih dari KKN serta mau berjuang untuk NTT. Jangan biarkan demokrasi di NTT dikendalikan politisi cowboy seperti Benny Harman, Mell Adoe dkk, untuk digadaikan kepada pengusaha nakal dan korup yang pada akhirnya akan membawa kesengsaraan bagi masyararakat NTT yang mana sekarang masyarakat NTT sudah sangat menderita dalam kemiskinan dan keterbelakangan serta sangat mendambakan pemimpin baru yang tidak mau kompromi dengan KKN serta akan membawa perubahan baru bagi NTT.

Tidak ada komentar:

Kompas.Com - Nasional